085158007125

Puasa Qadha dan Puasa Rajab digabung, Emang Bisa?Oleh Adeliya Natasya Alam

$rows[judul]

Nurussalam Krapyak - Tidak terasa kita sudah memasuki bulan Rajab yang merupakan bulan ketujuh dalam kalender Hijriah. Bulan Rajab begitu istimewa karena merupakan salah satu dari empat bulan haram yang letaknya sendiri dan tidak berurutan dengan bulan haram lainnya , yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, dan Muharram. Salah satu amalan yang dianjurkan pada bulan Rajab yaitu puasa.

Anjuran puasa Rajab

Puasa Rajab merupakan salah satu puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan. Dalil kesunnahan puasa bulan Rajab termuat dalam anjuran puasa secara umum dan anjuran puasa pada bulan mulia, seperti keterangan Syekh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul Muin:

“Bulan yang paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang paling utama ialah Muharam, Rajab, Dzulhijah, Dzulqa’dah, dan yang terakhir yaitu bulan Syaban”

Kendati demikian, Nabi Muhammad tidak menganjurkan untuk berpuasa secara terus menerus dikarenakan khawatir memberatkan. Hal ini disampaikan dalam Hadis dari sahabat Abdullah bin Al Harist Al Bahili, menerangkan bahwa Nabi memerintahkan Al-Bahili agar puasa di bulan Rajab tidak dilakukan secara terus menerus, akan tetapi diberi jeda waktu. Bisa tiga hari berpuasa, tiga hari berbuka. Atau tiga hari berpuasa berturut-turut, selanjutnya diberi jeda satu atau dua hari untuk berbuka, kemudian memulai lagi berpuasa tiga hari.

Lantas, bolehkah seseorang melakukan puasa Rajab secara penuh?

Diperbolehkan.

Jika seseorang merasa mampu dan kuat, maka berpuasa secara penuh di bulan mulia merupakan sebuah keutamaan. Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani dalam kitab Hasyiyah Asy-Syarwani ‘ala Tuhfah-nya menerangkan:

أَمَّا مَنْ لاَ يَشُقُّ عَلَيْهِ فَصَوْمُ جَمِيْعِهَا لَهُ فَصِيْلَةٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ الْجُرْجَانِيُّ وَغَيْرُهُ يُنْدَبُ صَوْمُ الأَشْهُرِ الْحُرُمِ كُلِّهَا  اه

"Adapun orang yang tidak berat berpuasa, maka berpuasa di sepanjang bulan-bulan mulia merupakan keutamaan. Karena itu, Syekh Al-Jurjani dan lainnya mengatakan sunnah berpuasa penuh di bulan-bulan mulia”

 

Lalu, bolehkah menggabung puasa qadha’ Ramadhan dengan puasa Rajab?

Dan bagaimana hukumnya?

Ikhtilaf.

>Diperbolehkan bagi seorang yang masih mempunyai tanggungan hutang puasa bulan Ramadhan untuk melunasi tanggungannya. Masuknya bulan Rajab merupakan momentum yang tepat untuk sekaligus meng qhada’ puasa Ramadhan.

Hukumnya pun boleh (sah) menggabungkan niat puasa Rajab dan Qhada’ Ramadhan bahkan pahala keduanya pun bisa didapatkan sekaligus.

Syekh Abu Bakar bin Syatha dalam kitab Hasyiyah I’anatuth Thalibin yang mengutip pendapat dari Syekh Al-Barizi menjelaskan:

وَمَنْ ثَمَّ أَفْتَى البَارِزِيْ بِأَنَّهُ لَوْ صَامَ فِيْهِ قَضَاءً أَوْ نَحْوَهُ حَصَلًا نَوَاهُ مَعَهُ أَوْلَا

“Syekh Al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak.”

 

>Adapun yang tidak memperbolehkan karena berpendapat bahwa puasa qadha dan puasa  sunnah itu memiliki dzat dan maksud yang berbeda.

Wajib adalah perkara harus dilakukan tanpa memperhatikan sikap kerelaan hati namun untuk puasa sunnah itu memerlukan kerelean hati dalam menjalankannya.

 

فَلَا يَجُوْزُ الْجَمْعُ وَلَا التَدَاخُلَ بَيْنَهُمَا بِنِيَةٍ وَاحِدَةٍ.

 إِنْ صَامَ الْمَرْءُ وَنَوَى الْجَمْعُ وَالتَشْرِيْكِ بَيْنَ صِيَام رَمَضَانٍ وَشَوَالٍ، فَالصَحِيْحُ أَنَّ هَذَا يَقَعُ عَنْ رَمَضَانَ

إِنْ صَامَ قَضَاءَ رَمَضَانَ فِيْ شَهْرِ شَوَالٍ، فَيَرْجِى لِهَذَا الْعَبْدَ أَنْ يَحْصِلَ مِنْ ثَوَابٍ الـ 6، لَكِنْ لَيْسَ كَمَنْ أَفْرَدَ الَأخِيْرَةَ بِنِيَةٍ خَاصَةٍ

 

Niat puasa Rajab dan Qadha’ Ramadhan

Puasa Rajab dan puasa qadha’ Ramadhan memiliki kedudukan yang berbeda karena satunya bersifat wajib dan satunya lagi bersifat sunnah. Oleh karena itu terdapat perbedaan dalam mengucapkan niat puasanya.

Berikut rinciannya.

Niat puasa Rajab

Kedudukan puasa Rajab sama dengan puasa-puasa sunnah lainnya.

Yaitu bacaan niatnya dilafalkan secara mutlak dan tidak disyaratkan ta’yin.

Maksudnya, niat puasa Rajab tidak harus ditambahkan jenis puasanya saat membaca niat. Misalnya berniat ‘Saya niat berpuasa karena Allah’ tidak harus ditambahkan ‘karena melakukan kesunnahan puasa Rajab’.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلّهِ تَعَالَى

Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah swt."

Jika niat puasa tidak sempat dibacakan di malam hari, umat muslim tetap boleh berpuasa asal belum makan dan minum sejak subuh. Namun, tetap wajib berniat sebelum waktu zuhur dengan bacaan berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: "Aku berniat puasa sunah Rajab hari ini karena Allah SWT."

Niat Puasa Qadha’ Ramadhan

Puasa qadha’ Ramadhan merupakan puasa wajib yang mesti ditentukan jenis puasanya. Dalam membacakan niat puasa, seorang muslim wajib menyebutkan jenis puasa, misal "Saya niat berpuasa qadha’ Ramadhan fardhu karena Allah".

Berikut lafaz selengkapnya.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Artinya, "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."

Niat Puasa Qadha’ Sekaligus Rajab

Niat puasa qadha’ Ramadhan apabila digabungkan dengan niat puasa sunnah di bulan Rajab tidak perlu menyebutkan jenis sunnahnya.

Dijelaskan oleh Ustaz Syam Nur Makka, niat puasa yang dibaca hanya niat qadha’ Ramadhan saja.

"Jikalau seseorang sudah berniat ta'yin (menentukan jenis puasa), sudah berniat jelas puasa. 'Saya berniat mengganti puasa Ramadhan saya besok' nah itu sudah masuk juga puasa sunnahnya kalau dia lakukan misalnya di bulan Rajab," ujar Ustaz Syam.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut niat puasa qadha Ramadhan sekaligus puasa Rajab yang hanya menyebutkan satu jenis puasanya.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Artinya, "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."

 

Perbedaan Niat Puasa Fardhu dan Puasa Sunnah

Mengutip laman NU Online, ada tiga perbedaan puasa fardhu dan puasa sunnah sebagai berikut:

1.      Waktu pelaksanaan niat. Untuk puasa fardhu, niat bisa dimulai sejak masuknya waktu Maghrib hingga fajar maka wajib dilakukan di malam hari. Sedangkan untuk niat puasa sunah bisa dilakukan mulai masuknya Maghrib hingga sebelum Dzuhur, maka tidak wajib dilakukan di malam hari.

2.      Kewajiban memberikan kejelasan jenis puasa yang hendak dilakukan. Jika puasa fardhu, seseorang yang hendak melakukannya wajib untuk memperjelas jenis puasanya, seperti puasa Ramadhan, kafarat, nazar, atau qadha’. Sementara untuk puasa sunah, orang tersebut tidak perlu untuk memperjelas jenis puasa yang hendak dilakukan olehnya. Namun menurut pendapat yang mu’tamad, orang tersebut hendaknya memperjelas jenis puasa yang akan dilakukan olehnya jika puasa tersebut sudah ditentukan waktunya, seperti puasa Arafah.

3.      Kebolehan untuk menggabungkan dua puasa di hari yang sama. Untuk puasa wajib, seseorang tidak diperbolehkan untuk menggabungkan dua puasa fardhu di hari yang sama. Sedangkan untuk puasa sunah, seseorang boleh menggabungkan dua puasa sunnah atau lebih dengan satu niat.

Demikian 3 perbedaan niat puasa fardhu dan puasa sunah yang harus diketahui oleh orang yang melakukannya, sehingga ia dapat melakukan niat puasa yang benar, baik niat puasa fardhu maupun puasa sunah.

 

Nah, jadi gimana nih, di ingat-ingat lagii masih punya hutang puasa nggak yaaa…?

Kalau masih, masih ada kesempatan nih buat menqodhonya.

 

والله أعلم بالصواب

 

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)