Nurussalam Krapyak - Tidak terasa kita sudah memasuki bulan
Rajab yang merupakan bulan ketujuh dalam kalender Hijriah. Bulan Rajab begitu
istimewa karena merupakan salah satu dari empat bulan haram yang letaknya
sendiri dan tidak berurutan dengan bulan haram lainnya , yaitu Dzulqa’dah,
Dzulhijah, dan Muharram. Salah satu amalan yang dianjurkan pada bulan Rajab
yaitu puasa.
Anjuran puasa
Rajab
Puasa Rajab merupakan salah satu
puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan. Dalil kesunnahan
puasa bulan Rajab termuat dalam anjuran puasa secara umum dan anjuran puasa pada
bulan mulia, seperti keterangan Syekh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul
Muin:
“Bulan yang paling utama untuk ibadah
puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya.
Yang paling utama ialah Muharam, Rajab, Dzulhijah, Dzulqa’dah, dan yang
terakhir yaitu bulan Syaban”
Kendati demikian, Nabi Muhammad tidak
menganjurkan untuk berpuasa secara terus menerus dikarenakan khawatir
memberatkan. Hal ini disampaikan dalam Hadis dari sahabat Abdullah bin
Al Harist Al Bahili, menerangkan bahwa Nabi
memerintahkan Al-Bahili agar puasa di bulan Rajab tidak dilakukan secara terus
menerus, akan tetapi
diberi jeda waktu. Bisa tiga hari berpuasa, tiga hari berbuka. Atau tiga hari
berpuasa berturut-turut, selanjutnya diberi jeda satu atau dua hari untuk
berbuka, kemudian memulai lagi berpuasa tiga hari.
Lantas, bolehkah seseorang melakukan
puasa Rajab secara penuh?
Diperbolehkan.
Jika
seseorang merasa mampu dan kuat, maka berpuasa secara penuh di bulan mulia
merupakan sebuah keutamaan. Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani dalam kitab Hasyiyah
Asy-Syarwani ‘ala Tuhfah-nya menerangkan:
أَمَّا
مَنْ لاَ يَشُقُّ عَلَيْهِ فَصَوْمُ جَمِيْعِهَا لَهُ فَصِيْلَةٌ وَمِنْ ثَمَّ
قَالَ الْجُرْجَانِيُّ وَغَيْرُهُ يُنْدَبُ صَوْمُ الأَشْهُرِ الْحُرُمِ كُلِّهَا اه
"Adapun orang yang tidak
berat berpuasa, maka berpuasa di sepanjang bulan-bulan mulia merupakan keutamaan.
Karena itu, Syekh Al-Jurjani dan lainnya mengatakan sunnah berpuasa penuh di
bulan-bulan mulia”
Lalu, bolehkah menggabung puasa qadha’
Ramadhan dengan puasa Rajab?
Dan bagaimana hukumnya?
Ikhtilaf.
>Diperbolehkan bagi seorang yang masih
mempunyai tanggungan hutang puasa bulan Ramadhan untuk melunasi tanggungannya.
Masuknya bulan Rajab merupakan momentum yang tepat untuk sekaligus meng qhada’
puasa Ramadhan.
Hukumnya pun boleh (sah)
menggabungkan niat puasa Rajab dan Qhada’ Ramadhan bahkan pahala keduanya pun
bisa didapatkan sekaligus.
Syekh Abu Bakar bin Syatha dalam
kitab Hasyiyah I’anatuth Thalibin yang mengutip pendapat dari Syekh
Al-Barizi menjelaskan:
وَمَنْ
ثَمَّ أَفْتَى البَارِزِيْ بِأَنَّهُ لَوْ صَامَ فِيْهِ قَضَاءً أَوْ نَحْوَهُ حَصَلًا
نَوَاهُ مَعَهُ أَوْلَا
“Syekh Al-Barizi berfatwa bahwa
apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang
dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat
berpuasa sunnah atau tidak.”
>Adapun yang tidak memperbolehkan karena
berpendapat bahwa puasa qadha dan puasa sunnah itu
memiliki dzat dan maksud yang berbeda.
Wajib adalah perkara harus dilakukan
tanpa memperhatikan sikap kerelaan hati namun untuk puasa sunnah itu memerlukan
kerelean hati dalam menjalankannya.
فَلَا يَجُوْزُ الْجَمْعُ وَلَا التَدَاخُلَ
بَيْنَهُمَا بِنِيَةٍ وَاحِدَةٍ.
إِنْ صَامَ الْمَرْءُ وَنَوَى الْجَمْعُ وَالتَشْرِيْكِ
بَيْنَ صِيَام رَمَضَانٍ وَشَوَالٍ، فَالصَحِيْحُ أَنَّ هَذَا يَقَعُ عَنْ رَمَضَانَ
إِنْ صَامَ قَضَاءَ رَمَضَانَ فِيْ شَهْرِ
شَوَالٍ، فَيَرْجِى لِهَذَا الْعَبْدَ أَنْ يَحْصِلَ مِنْ ثَوَابٍ الـ 6، لَكِنْ لَيْسَ
كَمَنْ أَفْرَدَ الَأخِيْرَةَ بِنِيَةٍ خَاصَةٍ
Niat puasa Rajab dan Qadha’ Ramadhan
Puasa Rajab dan puasa qadha’ Ramadhan
memiliki kedudukan yang berbeda karena satunya bersifat wajib dan satunya lagi
bersifat sunnah. Oleh karena itu terdapat perbedaan dalam mengucapkan niat
puasanya.
Berikut rinciannya.
Niat puasa Rajab
Kedudukan puasa Rajab sama dengan
puasa-puasa sunnah lainnya.
Yaitu bacaan niatnya dilafalkan
secara mutlak dan tidak disyaratkan ta’yin.
Maksudnya, niat puasa Rajab tidak
harus ditambahkan jenis puasanya saat membaca niat. Misalnya berniat ‘Saya niat
berpuasa karena Allah’ tidak harus ditambahkan ‘karena melakukan kesunnahan
puasa Rajab’.
نَوَيْتُ
صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلّهِ تَعَالَى
Artinya:
"Aku berniat puasa sunnah Rajab esok hari karena Allah swt."
Jika
niat puasa tidak sempat dibacakan di malam hari, umat muslim tetap boleh
berpuasa asal belum makan dan minum sejak subuh. Namun, tetap wajib berniat
sebelum waktu zuhur dengan bacaan berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ
أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى
Artinya:
"Aku berniat puasa sunah Rajab hari ini karena Allah SWT."
Niat Puasa Qadha’ Ramadhan
Puasa
qadha’ Ramadhan merupakan puasa wajib yang mesti ditentukan jenis puasanya.
Dalam membacakan niat puasa, seorang muslim wajib menyebutkan jenis puasa,
misal "Saya niat berpuasa qadha’ Ramadhan fardhu karena Allah".
Berikut
lafaz selengkapnya.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ
فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Artinya,
"Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah
SWT."
Niat Puasa Qadha’ Sekaligus Rajab
Niat
puasa qadha’ Ramadhan apabila digabungkan dengan niat puasa sunnah di bulan
Rajab tidak perlu menyebutkan jenis sunnahnya.
Dijelaskan
oleh Ustaz Syam Nur Makka, niat puasa yang dibaca hanya niat qadha’ Ramadhan
saja.
"Jikalau
seseorang sudah berniat ta'yin (menentukan jenis puasa), sudah berniat jelas
puasa. 'Saya berniat mengganti puasa Ramadhan saya besok' nah itu sudah masuk
juga puasa sunnahnya kalau dia lakukan misalnya di bulan Rajab," ujar
Ustaz Syam.
Seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut niat puasa qadha Ramadhan sekaligus
puasa Rajab yang hanya menyebutkan satu jenis puasanya.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ
فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Artinya,
"Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah
SWT."
Perbedaan Niat
Puasa Fardhu dan Puasa Sunnah
Mengutip laman NU Online, ada
tiga perbedaan puasa fardhu dan puasa sunnah sebagai berikut:
1.
Waktu
pelaksanaan niat. Untuk puasa fardhu, niat bisa dimulai sejak masuknya waktu
Maghrib hingga fajar maka wajib dilakukan di malam hari. Sedangkan untuk niat
puasa sunah bisa dilakukan mulai masuknya Maghrib hingga sebelum Dzuhur, maka
tidak wajib dilakukan di malam hari.
2.
Kewajiban memberikan
kejelasan jenis puasa yang hendak dilakukan. Jika puasa fardhu,
seseorang yang hendak melakukannya wajib untuk memperjelas jenis puasanya, seperti
puasa Ramadhan, kafarat, nazar, atau qadha’. Sementara untuk puasa
sunah, orang tersebut tidak perlu untuk memperjelas jenis puasa yang hendak
dilakukan olehnya. Namun menurut pendapat yang mu’tamad, orang tersebut
hendaknya memperjelas jenis puasa yang akan dilakukan olehnya jika puasa
tersebut sudah ditentukan waktunya, seperti puasa Arafah.
3.
Kebolehan untuk
menggabungkan dua puasa di hari yang sama. Untuk puasa wajib, seseorang tidak
diperbolehkan untuk menggabungkan dua puasa fardhu di hari yang sama. Sedangkan
untuk puasa sunah, seseorang boleh menggabungkan dua puasa sunnah atau lebih
dengan satu niat.
Demikian 3 perbedaan niat puasa fardhu dan puasa sunah
yang harus diketahui oleh orang yang melakukannya, sehingga ia dapat melakukan
niat puasa yang benar, baik niat puasa fardhu maupun puasa sunah.
Nah, jadi gimana nih, di ingat-ingat
lagii masih punya hutang puasa nggak yaaa…?
Kalau masih, masih ada kesempatan
nih buat
menqodhonya.
والله
أعلم بالصواب
Tulis Komentar