085158007125

Mauidzoh Hasanah: Afdholiyah Puasa Yang Sangat Luar BiasaOleh Adinda Fitratunnisa Aulia

$rows[judul] Keterangan Gambar : K.H. Dr. Moh. Tamtowi saat memberikan mauidzoh

Nurussalam Krapyak - Seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, Mau’idzoh Hasanah menjadi rutinitas yang wajib diikuti oleh seluruh santri putra maupun putri PP. Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak. Kegiatan positif ini digelar setiap ba’da jama’ah sholat maghrib sampai masuk waktu sholat isya’ di musholla putri.


        K.H. Dr. Moh. Tamtowi menyampaikan mau’idzhoh hasanah-nya dengan sangat halus dan mudah dipahami. Beliau mengatakan bahwa puasa itu memiliki Afdholiyah atau keutamaan yang sangat luar biasa. Puasa memiliki level-level yang bisa menentukan kualitas pribadi puasa as-shooimiin was-shooimaat. Secara sederhana, level terendah dalam puasa bisa dikatakan sebagai puasa perut, menahan keinginan perut. Mungkin dengan menahan lapar dan menahan dahaga bisa memberikan efek yang bagus terhadap fisik, tetapi efek itu belum banyak menyentuh kepada perbaikan rohani kita. Agar efek puasa itu bisa semakin terasa ke dalam rohani, maka naiklah ke level puasa yang lebih tinggi yaitu secara sederhana bisa dikatakan sebagai puasa panca indera. Jadi inderanya ini ikut berpuasa. Artinya keinginan-keinginan yang muncul dari indera sebisa mungkin ditahan dan dikendalikan. Jika sudah ada di level yang lebih tinggi tersebut, maka akan menghasilkan pikiran jernih yang dapat melahirkan gagasan-gagasan berkualitas.


        Apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita ucapkan pasti akan berpengaruh terhadap cara berfikir kita. Oleh karena itu, jika kita ingin memiliki pikiran yang jernih maka jaga dan nasehati secara rutin semua indera kita agar tidak terpeleset pada pikiran-pikiran rendah yang menjerumuskan kita pada keinginan-keinginan atau nafsu semata. Menurut Imam Ghazali nafsu yang paling jahat adalah Nafsu Ammarah, kemudian setelah kita bisa mengendalikan indera dari hal-hal negatif, meningkatlah menjadi Nafsu Lawwamah. Nafsu lawwamah ini sudah mulai positif tapi belum bisa stabil atau masih labil. Tetapi jika inderanya terus dikendalikan dengan rutinitas puasa, maka akan meningkat lagi menjadi Nafsu Al-Muthmainnah. Pada dasarnya Nafsu Al-Muthmainnah itu bisa dibentuk dengan cara memberikan nutrisi yang baik pada indera kita.


        Jadi intinya, cobalah berpikir lebih tinggi mengenai makna dari puasa. Bahwa puasa bukan hanya sekedar tentang menahan lapar dan dahaga dari fajar sampai terbenamnya matahari saja, tetapi puasa merupakan momentum yang digunakan untuk menggapai maghfiroh dari Allah Swt.


        Pesan terakhir yang beliau sampaikan pada pertemuan malam ini adalah “Tinggikan pikiranmu menjadi pikiran yang berkualitas. Sebab merombak cara berfikir itu lebih sulit daripada merombak penampilan kita.”

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)